Rancangan undang undang cipta kerja atau RUU ciptaker Omnibus law merupakan satu perencanaan perundangan dari DPR yang dapat dikatakan sebagai prioritas. Tugas DPR dalam mengeluarkan undang – undang tertentu memang menghadirkan beberapa pilihan rancangan UU prioritas untuk disahkan di setiap tahun masa kerjanya.
Informasi yang terhimpun dari rancangan undang – undang Cipta kerja Omnibus law tersebut adalah akan adanya pengesahan terjadwal yakni pada tanggal 8 oktober 2020. Di tengah pandemi dan kondisi di mana rancangan UU tersebut masih banyak menjalani pembahasan serta penolakan, rasanya sedikit ada pemaksaan terkait pengesahannya.
Mengerahkan RUU dalam setiap periode kerja memang selalu jadi sorotan banyak pihak terutama masyarakat. Kondisi tersebut karena dari RUU yang disahkan oleh DPR RI maka akan menjadi dasar penerapan beberapa aturan di mana pastinya akan memberikan dampak terhadap kehidupan masyarakat terkait dengan rancangan UU tersebut.
RUU masih menjadi sebuah rancangan untuk dapat dibahas di tengah masyarakat terkait tanggapannya. Sebelum disahkan menjadi undang – undang, semua bentuk peraturan di dalamnya masih bisa diubah dan tidak akan dilaksanakan. Terkait RUU ciptaker Omnibus law ini, dapat dikatakan sebagai satu dari sederet UU kontroversial.
Beberapa tahun belakangan ini memang ada banyak Rancangan UU yang menjadi kontroversial di tengah masyarakat karena dianggap akan merugikan banyak pihak. Termasuk RUU ciptaker tersebut di mana akan disahkan dalam rapat DPR di tanggal 8 oktober mendatang tersebut. RUU ciptaker membahas mengenai pertaruhan terkait ketenagakerjaan di Indonesia.
Mengenal Tentang RUU Cipta Kerja Omnibus Law
Seperti yang disinggung dalam pembahasan di atas, Rancangan UU CIptaker Omnibus Law tersebut dapat dikatakan sebagai satu rancangan undang – undang di mana banyak dianggap merugikan. RUU cipta kerja merupakan rancangan peraturan yang dibuat untuk dapat mengatur lebih detail terkait pelaksanaan ketenagakerjaan di Indonesia.
Menurut keterangan dari Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto, RUU di mana akan disahkan dalam rapat paripurna 8 oktober tersebut menjadi salah satu cara untuk bisa memberikan upaya debirokratisasi pelayanan dari pemerintah sehingga masyarakat luas bisa merasakan manfaat setelah ada pemberlakuan nantinya.
Persetujuan penetapan RUU cipta kerja dalam rapat paripurna DPR tersebut sudah dipastikan dalam rapat kerja badan legislatif DPR dan pemerintah. Dalam penjelasannya, ada tiga hal mendasar dalam RUU tersebut dimana akan diatur berkaitan dengan UU perpajakan, cipta lapangan kerja, dan pemberdayaan dari UMKM.
Omnibus law sendiri secara mendasar merupakan satu metode dan konsep regulasi yang menggabungkan beberapa aturan dengan substansi berbeda untuk menjadi satu payung hukum. Setidaknya ada 78 UU yang akan terdampak dari pengesahan rancangan undang -undang cipta kerja tersebut.
Fakta Penting Dari RUU Untuk Mengatur Pekerja Tersebut
Terkait dengan adanya rencana pengesahan dimana sudah dijadwalkan oleh Baleg DPR, Rancangan UU cipta kerja ini yang masih menjadi kontroversial. Dibalik kontroversinya rencana pengesahan undang undang tersebut, ada beberapa fakta yang perlu diketahui terkait dengan penerapan dari Ominbus law tersebut melalui penjelasan di bawah ini.
Munculnya Banyak Pro Dan Kontra Di Tengah Pembahasannya
Fakta pertama yang perlu dipahami terkait dengan penerapan dan rencana pengesahan RUU ciptaker adalah munculnya banyak pro dan kontra di tengah proses pembahasannya. Ada dua fakta penting dari pro dan kontra yang terjadi pada rencana UU tersebut seperti diuraikan dalam ulasan di bawah ini.
• Hampir semua lapisan dan asosiasi tenaga kerja menolak
Fakta pro kontra pertama adalah adanya banyak penolakan dari hampir semua lapisan dan asosiasi tenaga kerja. Bukan hanya dari pihak yang akan merasakan secara langsung dampak penerapannya, Formappi atau forum masyarakat peduli parlemen Indonesia juga mengkritisi upaya pengesahan RUU Ciptaker tersebut sebagai langkah bernafsu.
• Tidak semua fraksi di DPR menyetujui
Di tengah adanya persetujuan fraksi partai politik DPR, ada dua fraksi yang tidak ikut setuju proses pengesahan rancangan undang – undang tersebut yakni dari partai Demokrat dan partai keadilan sejahtera atau PKS. Bukan hanya menolak isinya namun juga mengkritisi adanya cacat prosedur dalam RUU ominbus law tersebut.
PKS sendiri melalui perwakilannya di DPR yakni Ledia Hanifa Amaliah menyatakan bahwa pihak Partai Keadilan Sejahtera tersebut memberikan penolakan terhadap adanya arah dan jangkauan dari pengaturan RUU cipta kerja di mana telah atau akan berdampak pada banyak UU bahkan lebih dari 78 peraturan perundang – undangan.
Pembahasan Terkesan Kilat Sebelum Akhirnya Akan Disahkan
Fakta kedua dalam pembuatan rancangan undang – undang untuk disahkan menjadi UU tersebut adalah terkai dengan proses pembahasannya. Ada dua fakta yang menyebutkan bahwa proses pembahasan RUU tersebut terkesan terlalu cepat dibandingkan UU lainnya untuk disahkan.
• Pembahasan lebih cepat dibandingkan RUU lainnya
Perlu diketahui bahwa Rancangan UU Omnibus law banyak disayangkan menjadi satu pilihan peraturan di mana terlalu cepat proses pembahasan dan ada kesan dipaksakan. Bahkan secara fakta, RUU ini awalnya direncanakan atau ditargetkan untuk menjadi sah sebagai UU sebelum tanggal 17 Agustus. Rancangan UU ini paling kita dibandingkan RUU lain prosesnya.
• Adanya kesan memanfaatkan pandemi Corona dalam pengesahannya
Selain kesan negatif dari adanya proses pembahasan cepat yang dilakukan oleh DPR, ada anggapan bawa pandemi Corona yang melanda Indonesia dijadikan sebagai momen untuk memanfaatkan pengesahan RUU. Lucius dari peneliti Formappi menyatakan bahwa pemerintah seharusnya menjadikan pandemi ini sebagai kondisi kurang ideal untuk membahas RUU apalagi terburu – buru mengesahkannya.
Pemerintah terkesan menyingkirkan partisipasi publik dalam pembahasan RUU cipta kerja Ominbus law dibalik pandemi Corona. Dengan alasan protokol kesehatan yang banyak membatasi pergerakan serta aktivitas, seolah ada misi tersembunyi dari pemerintah dan DPR terhadap pengesahan RUU di mana banyak ditolak tersebut.
Pasal Krusial Dan Beberapa Hal Yang Banyak Dikritik Masyarakat
Fakta mencengangkan yang tidak boleh disepelekan dari rencana pengesahan RUU ciptaker tersebut adalah adanya beberapa pasar krusial di mana menurut banyak pendapat akan merugikan jika diterapkan. Ada dampak merugikan langsung dari penerapan beberapa pasal di dalam RUU Ominbus Law tersebut.
Pasal paling krusial paling banyak dikritik terutama datang dari klaster ketenagakerjaan. Banyak aturan di dalamnya yang menjadi kontroversial seperti pembahasan mengenai upah per jam. Pekerja yang menjalani pekerjaan di bawah 40 jam dapat memperoleh gaji dengan nilai di bawah minimal.
Selain upah yang banyak dibahas, kontroversi lain datang terkait dengan pesangon sebagai hal pekerja. Pesangon diubah menjadi tunjangan PHK yang dianggap lebih kecil meskipun dalam keterangan Kementerian Ketenagakerjaan akan ada kompensasi lain terkait besaran tunjangan tersebut.
Pasal krusial lain juga banyak ditolak berkaitan dengan tenaga kerja asing yang lebih diberikan karpet merah untuk bisa bekerja di Indonesia. Pengaturan dalam RUU omibus law tersebut banyak dikhawatirkan oleh pekerja dalam negeri sebagai upaya yang bisa mengurangi jumlah lapangan kerja tersedia.
Berbagai fakta dalam penjelasan di atas masih menjadi bayang – bayang yang sepertinya tidak banyak dihiraukan oleh pemerintah dan DPR RI. Meskipun ada banyak penolakan, secara pasti dan sudah direncanakan Baleg DPR, pengesahan RUU cipta kerja Omnibus Law akan dilakukan pada tanggal 8 oktober 2020 dalam rapat paripurna mendatang.